Minggu, 09 Juni 2013

KIAT-KIAT MERAWAT KEBERKAHAN HARTA



Saudaraku…
Salah satu nikmat terbesar yang Allah swt karuniakan kepada kita adalah nikmat harta. Bahkan harta dan anak-anak, Allah sebut sebagai lambang perhiasan dunia. Artinya ketika kedua-duanya telah berada dalam genggaman kita, seolah-olah kita telah memiliki dunia dan seisinya. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” Al Kahfi: 46.
Penyebutan harta lebih didahulukan daripada anak-anak, tentu memiliki rahasia yang agung. Menjadi aksioma, bahwa banyak orang yang dapat meraih kebahagiaan hidup lantaran memiliki harta, walaupun anak keturunan yang didamba belum hadir meramaikan sebuah keluarga.
Tapi tidak sedikit orang yang hidupnya tak terarah dan linglung, karena menanggung beban hutang yang menyesakan dada. Walaupun ada suara tawa dan tangis anak-anak dalam keluarga.
Maka perpaduan antara harta dan anak-anak, menjadikan kebahagiaan kita dalam hidup terasa sempurna. Walaupun tiada kesempurnaan hakiki selama kaki kita masih menginjak bumi. Karena kesempurnaan itu milik Allah swt dan akan kita raih di akherat sana.
Namun kedua nikmat ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi bencana besar dan kehinaan abadi jika kita tak menjadikannya sebagai sarana taqarrub kepada Allah swt. “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” At Taghabun: 15.
Saudaraku…
Banyak pintu kebaikan yang tidak mungkin kita buka kecuali dengan harta. Tidak sedikit kran-kran amal shalih, yang tak mengucur melainkan dengan sarana harta.

Zakat, sedekah, menyantuni anak yatim, membiayai sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu, membebaskan orang yang dililit hutang, membantu orang yang tak mampu dan yang seirama dengan itu. Itu merupakan contoh peluang amal shalih, yang tak mampu kita raih melainkan dengan harta.
Nabi saw pernah bersabda, “Orang-orang miskin dari umatku masuk ke dalam surga sebelum orang-orang kaya dengan selisih waktu lima ratus tahun.” H.R; Tirmidzi dan Ahmad.
Orang miskin, mendahului orang kaya masuk ke dalam surga sejarak 500 tahun. Namun bukan berarti tingkatan surganya lebih tinggi daripada orang kaya. Tentu tingkatan surga ditentukan oleh banyak atau tidaknya amal shalaih yang kita ukir dalam kehidupan ini.
Jika kita mampu memaksimalkan harta di jalan yang Allah kehendaki dan ridhai, maka sudah barang tentu, tingkatan surga kita lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki harta. Selama kwalitas iman kita sama dengan mereka.
Saudaraku..
Keberkahan harta, perlu kita pelihara dengan sekuat kemampuan kita. Agar ia tak menjadi bencana dan malapetaka bagi kita. Baik di dunia maupun di akherat sana.

Syekh Mustafa Siba’i rahimahullah, menyebutkan ada tiga kiat untuk memelihara keberkahan harta milik kita:
• Mendapatkannya dengan cara yang tidak zalim (sesuai aturan syari’at).
• Membelanjakannya dengan tepat guna, tidak melampaui batas (boros).
• Mengukur (menghemat) pengeluarannya tanpa harus kikir atau pelit.
(hakadza allamatnil hayat).

Saudaraku..
Kita harus selalu memastikan bahwa harta yang masuk ke rumah kita, rekening kita, kantong kita, dikonsumsi tubuh kita dan keluarga, yang telah mewujud sawah ladang kita dan seterusnya. Kita peroleh dari jalan yang halal. Bukan dari jalur yang syubhat. Apatah lagi dari kran-kran yang haram.

Karena mengkonsumsi harta yang haram akan mendapat ancaman di dunia, di liang kubur, terlebih di akherat kelak.
Ancaman di dunia; dicabutnya keberkahan harta, mengendapnya penyakit di dalam tubuh kita atau keluarga kita, menyingkirnya keterkabulan do’a dan yang senada dengan itu.
Ancaman di liang kubur; si pelaku akan di bakar api di dalam kuburnya. Tersebut dalam hadits muttafaq alaih, bahwa Mud’im seorang budak yang ikut serta dalam perang Khaibar bersama Nabi saw. Setelah ia gugur karena terkena panah nyasar, para sahabat berkomentar, “Selamat bergembira, karena ia telah mati syahid.” Nabi saw bersabda, “Tidak demikian, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kain woll yang dikenakannya pada perang Khaibar termasuk harta rampasan perang yang belum diserahkan. Yang dengannya dia akan dibakar api.”
Sedangkan di akherat, tiada daging yang tumbuh dari harta yang haram, terkecuali neraka lebih pantas bagi orang yang melakukannya. “Wahai Ka’ab, tidaklah suatu daging yang tumbuh dari harta yang haram, melainkan api neraka lebih layak untuknya.” Demikian pesan Nabi kepada Ka’ab bin Ajrah dalam sunan Tirmidzi.
Saudaraku..
Bukan hanya harta yang kita dapatkan harus dari jalur yang halal saja, tetapi penyalurannya juga harus pada jalan yang tepat dan sesuai aturan Allah dan rasul-Nya.

Tidak kita salurkan ke tempat-tempat dosa dan maksiat serta tidak kita belanjakan secara boros dan mubazir.
Sekecil apapun kadar harta yang kita belanjakan di jalan maksiat, maka hal itu termasuk pemborosan. Sebaliknya sebanyak apapun harta yang kita keluarkan di jalan ketaatan, maka hal itu bukan termasuk pembaziran harta. Itulah yang pernah diisyaratkan oleh Mujahid rahimahullah.
Saudaraku..
Berhemat, jelas berbeda maknanya dengan pelit alias bakhil. Yang pertama identik dengan nilai positif, dan sebaliknya pelit mengandung arti negative.

Ibnu Katsir mengomentari firman-Nya, “(Ibadurrahman) adalah orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian itu.” Al Furqan: 67.
“Yaitu orang-orang yang tidak membelanjakan harta dengan mubazir melebihi kadar kebutuhan (konsumtif) dan tidak pula kikir dalam menafkahi keluarganya (mengurangi hak-hak mereka), apalagi terlalu membatasinya. Tapi mereka mengambil pilihan tengah. Karena sebaik-baik perkara adalah di pertengahannya. Tidak konsumsif dan tidak pula pelit.”
Ali bin Thalib ra pernah bertutur, “Harta yang engkau keluarkan untuk keperluanmu dan keluargamu dengan tidak boros dan kikir serta harta yang engkau sedekahkan adalah harta yang akan menjadi bagianmu. Sedangkan harta yang engkau infakkan karena riya’ dan sum’ah, maka itu merupakan bagian setan.”
Ibnul Jauzi pernah berkata, “Orang yang cerdas merancang dengan akalnya sumber ma’isyahnya di dunia. Jika ia miskin, ia bersungguh-sungguh mengais rezki dan berupaya melepaskan diri dari menghiba menghina diri di depan manusia serta berupaya membatasi ketergantungan terhadap makhluk dan mencukupkan diri dengan sifat qana’ah. Dengan demikian ia akan hidup dengan tidak tergantung kepada manusia dan mulia (terhormat) di tengah-tengah mereka.
Jika ia kaya, hendaknya ia mengatur penyaluran hartanya agar ia tidak jatuh miskin dan merendah hiba di hadapan manusia.”
Saudaraku..
Jika kita cermat dan cerdas memelihara ketiga hal ini, insyaallah keberkahan hidup dapat kita rasakan dan keberkahan harta yang kita punya semakin bertambah dan tak akan pernah berkurang. Wallahu a’lam bishawab.

Riyadh, 23 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

ISLAM MEMERANGI TINDAKAN MUBAZIR

Islam melarang umatnya untuk menghambur-hamburkan harta dan melarang keras tindakan mubazir. Tindakan mubazir adalah tindakan yang sangat tercela karena jika diperhatikan disekitar masyarakat masih banyak yang kekurangan dan butuh untuk mendapatkan sebagian harta yang dimiliki oleh orang yang lebih mampu, tapi karena dengan tindakan yang mubazir dan berpoya-poya sehingga mereka tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Inilah mengapa Islam melarang tindakan mubazir dan alangkah baiknya harta yang ada pada orang yang lebih mampu untuk mensedekahkan atau membelanjakan pada jalan Allah.
Islam menganjurkan atau memerintahkan umatnya untuk bersikap atau mempunyai sifat yang sederhana. Karena harta yang mereka pergunakan akan diminta pertanggungjawaban pada hari perhitungan. Seperti yang dikatakan oleh Nabi:
 “Tidak bearnjak kaki seseorang pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat hal …… dan tentang hartanya, darimana diperolehnya dan kemana dibelanjakan?”. (Hadis Hasan Shahih riwayat Tirmidzi dikutip dari Yusuf Qardhawi, 1997)
Islam melarang seorang muslim untuk memperoleh hartanya dengan cara yang  haram begitu pula Islam melarang membelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. juga tidak dibenarkan untuk membelanjakan uang dijalan yang halal dengan melebihi batas kewajaran atau boros. Hidup sederhana adalah tradisi Islam yang mulia baik dalam membeli makanan, pakaian, minuman dan kediaman atau dalam segi apapun dalam segala hal.
Menurut Yusuf Qardhawi (1997) untuk memerangi sikap Mubazir ada beberapa hal diantaranya menjauhi hutang, menjauhi hidup bermewah-mewahan dan menjauhi hidup boros.
1. Menjauhi berhutang
Setiap muslim dianjurkan untuk menyeimbangkan dantara pemasukan dan pengeluaran, antara uang pendapatan dan uang belanja, agar ia tidak terpaksa berhutang dengan orang lain karena berhutang akan menjadi beban untuknya.
2. Larangan al-Quran terhadap manusia yang hidup mewah
Tarf adalah sebuah sikap berlebihan dan bermewah-mewahan dalam menikmati keindahan dan kenikmatan dunia (Mu’jam Alfadz al-Quran Al-Karim, 140H). Islam sangat membenci tarf, karena merupakan perbuatan yang menyebabkan turunnya adzab dan rusaknya sebuah kehidupan umat. Tarf juga merupakan sebuah perilaku konsumen yang jauh dari nilai-nilai syariah, bahkan merupakan indikator terhadap rusak dan goncangnya tatanan hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan sunatullah dalam kehidupan dunia, apabila kemaksiatan dan kemungkaran telah merebak dalam kehidupan masyarakat, kerusakan dan kehancuran merupakan sebuah niscayaan.
Al-Quran melarang mereka yang hidup dalam kemewahan, hidup yang mementingkan kesenangan dunia semata dan tidak mementingkan kepentingan akhirat. Yang dimaksudkan dengan kemewahan disini adalah meneggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megahan. Jadi diharapkan bagi setiap muslim untuk menjauhi sifat yang bermegah-megahan.
Hidup dalam kemewahan berarti hidup yang hanya mementingkan kehidupannya sendiri, mereka ingin bersenang-senang dan tidak mementingkan kehidupan disekitar mereka. Sehingga mereka lupa pada kewajiban mereka dan hak orang lain. Sehingga terjadilah ketimpangan dalam suatu segi kehidupan, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, yang lebih menyekitkan lagi adalah uang yang mereka hasilkan adalah uang haram dan uang yang seharusnya milik masayarakat atau uang tersebut dari hasil korupsi, nepotisme dan kolusi dipergunakan hanya untuk kepentingan mereka saja.
3. Larangan Al-Quran terhadap pemborosan dan menghamburkan harta
Pemborosan berarti menghambur-hamburkan harta tanpa ada kemaslahatan atau tanpa mendapatkan pahala, sedangkan lawan dari pemborosan adalah kikir. Islam memuji orang yang memiliki sikap pertengahan diantara keduanya dan mengecam sikap pemborosan.
Orang yang boros adalah orang yang suka menyelewengkan harta dan pangkatnya sehingga terjadilah kerusakan dimuka bumi serta hilangnya barokah dan nikmat yang telah diberikan olehnya. Pemborosan sangat ditentang oleh ajaran Islam. Pemborosan akan membuat manusia dalam kesibukan memenuhi nafsu birahi dan kepuasan perut sehingga seringkali merupakan norma dan etika agama, karenanya menjauhkan diri dari Allah. Kata Al Imam Ar Razi, “mewah adalah orang-orang yang disombongkan oleh kenikmatan dan kemudahan hidup.
Pemborosan ini biasanya mencakup dua hal: pertama, membelanjakan untuk hal yang dilarang agama; kedua, membelanjakan untuk hal yang diperbolehkan agama: ketiga, membelanjakan untuk hal yang dimubahkan oleh agama.
Etika Islam dalam Memerangi Tindakan Mubazir
  • Menjauhi berhutang
Dalam sebuah hadis dikatakan:
 “Bagi para syuhada akan dihapuskan seluruh dosa mereka kecuali utang-piutang (yang belum mereka bayar). (Hr. Muslim dikutip dari Yusuf Qardhawi, 1997: 149).
Hadis ini menandakan betapa pentingnya memenuhi hak sesama manusia, sehingga mereka yang wafat dijalan Allah yang mempunyai derajat tinggi yang diharapkan tiap orang muslim, tidak bisa menebus dosanya jika ia masih mempunyai utang. Rasulullah melarang untuk menyalati jenazah yang meninggalkan hutang sedangkan dia tidak meninggalkan harta untuk membayar, sedangkan tidak ada orang yang menjamin.
Orang yang berhutang selalu dihantui kegundahan, kegelisahan sehingga hidup terasa tidak tenang. Ketika beliau ditanya mengapa demikian?, Nabi menjawab, “jika seorang berutang, ia tidak segan-segan berbohong dan mengingkari janji..” seperti doa Nabi:
 “Ya Allah! Jauhkanlah saya dari kegundahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kebodohan dan kebakhilan, keberatan utang, serta tekanan dan paksaan orang.” (HR. Muttafaqun ‘alaihi dikutip dari Yusuf Qardhawi, 1997: 150)
  • Hendaknya seorang muslim mensedekahkan atau membelanjakan harta benda pada jalan Allah.
  • Islam menganjurkan atau memerintahkan umatnya untuk bersikap atau mempunyai sifat yang sederhana dalam membelanjakan harta. Tidak bermewah-mewahan dan hidup boros.
  • Menjaga aset yang pokok dan mapan. Sudah sepantasnya seorang muslim menjaga asetnya dan tidak sepatutunya memperbanyak uang belanja sehingga terpaksa menjual aset yang pokok dan mapan seperti menjual rumah atau lahan pertanian, perkebunan, pabrik dan bangunan yang mendukung kelangsungan hidupnya kecuali jika tersedak dan terpaksa bukan karena berpoya-poya atau bersenang-senang.
Dalam hidup bermewah-mewahan dan tindakan mubazir maka bagi mereka yang tenggelam didalamnya maka Allah akan mengancam mereka. Karena sepantasnya harta benda mereka pergunakan dalam kebajikan akan tetapi dipergunakan secara mubazir.
1. Ancaman untuk orang yang tidak melunasi hutang. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Majah dan selainnya,
“Barang siapa yang mengambil (pinjam) harta orang lain dengan tujuan untuk melunasinya, maka Allah akan melunasinya. Sebaliknya barang siapa yang mengambil atau berhutang harta orang lain dengan niat untuk merusaknya, maka Allah akan menghancurkan harta itu.”  (HR. Bukhari dan Ibnu Majah dikutip dari Mahmud M. Bablily, 1990: 169-174).
 “Menunda-nundanya orang kaya dalam membayar hutang, adalah suatu kezaliman. Dan apabila seorang dari kamu disuruh berpindah (menagih hutang) kepada orang lain yang mampu membayarnya, maka hendaklah ia mau berpindah.( Muttafaqun ‘ilaih dikutip dari Mahmud M. Bablily, 1990: 169-174).
Rasulullah juga selalu berlindung dari hutang, sebagaimana berlindung dari kekufuran. Sabda-Nya:
 “Aku berlindung dari kekufuran dan hutang.” Maka bertanyalah seorang laki-laki kepada beliau: wahai Rasulullah apakah kufur dama dengan hutang? Rasulullah menjawab ya. (HR. Nasaa’i dan Hakim dikutip dari Mahmud M. Bablily, 1990: 169-174).
2. Serangan al-Quran terhadap manusia yang hidup mewah
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi.  (Al An’am: 6)
Rasulullah bersabda, (diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Ja’far); “sejelek-jeleknya umatku adalah orang yang dilahirkan dalam kenikmatan dan bermewah-mewahan, mempunyai makanan yang bermacam-macam, pakaian yang berbeda corak dan warna, kenderaan segala tipe, serta sombong dalam omongan dan perkataan.” (As-Suyuthi, jilid II).
Al-Quran melarang mereka yang hidup dalam kemewahan, hidup yang mementingkan kesenangan dunia semata dan tidak mementingkan kepentingan akhirat. Maksud dari kemewahan adalah meneggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megahan. Al-Quran juga menjelaskan bahwa kemewahan adalah sifat utama penduduk neraka.
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?.Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih. Dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. (Al-Waqiah: 41-46)
Mereka disiksa dengan siksaan yang pedih dan tidak  merasakan kesenangan sedikitpun. Alangkah pedihnya penderitaan mereka yang hidup dalam kemewahan. Hidup mewah merupakan faktor utama datangnya bala dan azab serta jauhnya pertolongan Allah. Seperti apa yang telah dijelaskan Al-Quran.
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Al-Israa: 16)
Hingga apabila kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari kami. (Al Mukminuun: 64-65).
3. Serangan Al-Quran terhadap pemborosan dan menghamburkan harta
Islam juga memerangi sikap boros, sebagaimana ia memerangi tindakan yang bermewah-mewahan. Banyak ayat yang menyinggung akan hal ini. Al-Quran melarang membelanjakan harta dan menikmati kehidupan ini dengan boros. Bahkan lebih dari itu Allah tidak menyukai orang-orang yang boros.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al A’raaf: 31)
Sikap boros juga adalah sikap orang yang melampaui kewajaran sehingga al-Quran mencapnya sebagai orang yang melampaui batas. Tentang Fir’aun Al-Quran berkata,
Dari (azab) Fir’aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. (Ad-Dukhan: 31).
Dalam Al Quran orang yang boros atau menghambur-hamburkan harta disamakan sebagai saudara syetan.
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al Israa’:26-27)
HIKMAH
Dari penjabaran diatas bisa diambil kesimpulan bahwa etika Islam dalam memerangi tindakan mubazir adalah seorang muslim menjauhi hutang karena dengan berhutang seorang muslim akan merasa resah dan gelisah apalagi jika ia tidak mampu untuk membayarnya maka ia tidak segan-segan berbohong dan mengingkari janji. Orang yang tidak membayar hutang adalah orang yang aniaya. Al-Quran melarang terhadap manusia yang hidup mewah, Al-Quran melarang kepada  hidup dalam kemewahan, hidup yang mementingkan kesenangan dunia semata dan tidak mementingkan kepentingan akhirat. Al-Quran melarang terhadap pemborosan dan menghamburkan harta Pemborosan berarti menghambur-hamburkan harta tanpa ada kemaslahatan atau tanpa mendapatkan pahala, sedangkan lawan dari pemborosan adalah kikir. Islam memuji orang yang memiliki sikap pertengahan diantara keduanya dan mengecam sikap pemborosan. Hendaknya seorang muslim mensedekahkan atau membelanjakan harta benda pada jalan Allah dan menjaga aset yang pokok dan mapan, tidak mejualnya kecuali dengan terpaksa.

Zakat Tanah dan Rumah yang tidak Digunakan

Oleh : Ustadz Irfan Safrudin
Fenomena sekarang banyak orang kaya yang memiliki tanah dan rumah lebih dari satu buah dan satu tempat. Tanah-tanah dan rumah-rumah tersebut ditelantarkan tidak digunakan secara optimal , sehingga tampak kemubaziran, untuk tanah dan rumah yang tidak digunakan tersebut, apakah terkena wajib zakat ?
Terima kasih atas penjelasannya.
Majlis Taklim Masjid Darul-Ulum , Tamansari Bukit, Bandung
Jawaban :
Mudah-mudahan Allah SWT membukankan pintu hati orang-orang yang mempunyai kelebihan hartanya untuk selalu tergugah bahwa harta tersebut amanah dari Allah dan harus bermanfaat, baik untuk dirinya ataupun untuk orang lain. Amiin.
Dalam konsep Islam kepemilikan atas harta adalah bersifat sementara, artinya seseorang yang memiliki harta tidak bersifat mutlak karena suatu waktu harta itu akan dikembalikan kepada pemilik mutlak yaitu Allah SWT.
Bagi seorang Muslim dalam memandang harta harus mempunyai makna bahwa kepemilikan tersebut harus dipertanggungjawabkan dengan pengelolaan dan pemanfaatannya, tidak hanya sekadar dimiliki tetapi tidak dimanfaatkan.
Mengenai harta berupa tanah atau rumah yang tidak didiami ( dihuni ) bahkan banyak sekali membeli tanah dan rumah di mana-mana, tanah dan rumah tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada manfaatnya dan bersifat mubazir, maka kepada pemilik tersebut ada beberapa konsekuensinya.Yaitu :
1.  Kalau tanah dan rumahnya tersebut tidak dimanfaatkan, contohnya tidak didiami, tidak ditanami, atau tidak disewakan sehingga kalau dilakukan itu akan terasa manfaatnya, maka jangan-jangan orang seperti ini termasuk ke dalam golongan “sahabat setan” yang mempunyai karakter konsumtif, boros dan bermegah-megahan, seperti disitir dalam surat Al-Takatsur (102 ) : 1-2, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” dan “Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan” ( Q.S. Al-Lahab [ 111 ] : 2 ).
2.  Sebab tanah dan rumah tersebut didapatkan dengan jalan dibeli artinya seseorang mempunyai rencana dengan tanah dan rumahnya tersebut untuk berinvestasi, maka dalam hal ini dia terkena wajib zakat sebab investasi, dengan hitungan jumlah modal tersebut x 2,5 % setiap tahun. Contoh, apabila membeli tanah seharga 200 juta sebagai investasi, maka zakatnya 200 juta x 2,5 % per tahun = 5 juta. Hal ini disitir dalam Al-Quran, yaitu, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka … “ ( Q.S, At-taubah [9] : 103 ) dan hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda,”Barang siapa yang menjadi wali bagi seorang anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah harta tersebut dikelola ( dimanfaatkan ) , dan janganlah harta tersebut didiamkan ( tidak dimanfaatkan ), sehingga harta tersebut habis dimakan oleh zakat “ ( H.R. Al-Tirmidzi dan al-Daruqutni, lihat Bulughul Maram : 84 – 85
Sumber : Forum Dialog ZIS, Pikiran Rakyat, Selasa, 2 November 2004 / 19 Ramadhan 1425 H

Sabtu, 08 Juni 2013

الآيات التي تنهى عن التبذير والإسراف

ما هي الآيات القرآنية التى تحتوي على معنى الإسراف فى الأموال أو تكلمت عن المبذرين وشكراً؟
الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:

فقد تحدثت آيات كثيرة في القرآن الكريم عن المال من جميع الجوانب، وذلك يدل قطعاً على العناية التي يوليها الإسلام لحفظ الأموال، وصرفها فيما ينبغي أن تصرف فيه.
وأما الآيات التي أمر الله تعالى فيها بحفظ المال ونهى فيها عن التبذير والإسراف، فمنها قوله تعالى: (وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً مَحْسُوراً) [الإسراء:29].
وقوله عز وجل: (وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً) [الإسراء: 26-27].
وكذلك قوله جل وعلا: (وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً) [الفرقان:67].
وقد رغب الله في حفظ المال في آية المداينة، حيث أمر بالكتابة والإشهاد والرهن، وذلك في قوله تعالى: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً فَاكْتُبُوهُ) [البقرة:282].
وقد عرَّف العلماء التبذير: بأنه صرف الشيء في ما ينبغي زائداً على ما ينبغي، بمعنى أن يكون وجه الصرف جائزاً في الأصل، ولكن الصرف فيه خرج عن حد الاعتدال، كما عرفوا السفه بأنه: صرف الشيء فيما لا ينبغي.
والله أعلم.

Jumat, 07 Juni 2013

معنى التبذير والاسراف

معنى التبذير والاسراف

اذهب إلى: تصفح، ابحث
بعض مما كتب في هذا الكتاب أو المقطع غير موثق والمعلومات الواردة قد تكون غير دقيقة لأنه لا يستشهد بمصادر.
معنى الإسراف : لغــــــــــة : ما أنفق من غير طاعة..أو التبذير، ومجاوزة الحد . اصطلاحا : هو مجاوزة حد الاعتدال في الطعام، والشراب، واللباس، والسكنى، ونحو ذلك من الغرائز الكامنة في النفس البشرية.سعد العماري
  1. مفهوم التبذير #
قال المناوي : التبذير : تفريق المال على غير وجه الإسراف ، وأصله إلقاء البذر وطرحه فاستعير لكل مضيع لماله ، فتبذير البذر تفريق في الظاهر لمن لا يعرف مآل ما يلقيه .
ونقل القرطبي عن الإمام الشافعي _ رحمه الله _ قوله : التبذير : إنفاق في غير حقه ، ولا تبذير في عمل الخير .
وروي عن الإمام مالك _ رضي الله عنه _ قوله :التبذير : هو أخذ المال من حقه ووضعه في غير حقه .
  1. الفرق بين التبذير والإسراف #
الكوفي : الإسراف هو صرف فيما لا ينبغي زائدا على ما ينبغي ، أما التبذير فإنه صرف الشيء فيما لا ينبغي وأيضا فإن الإسراف تجاوز في الكمية إذ هو جهل بمقادير الحقوق ، والتبذير تجاوز في موضع الحق إذ هو جهل بمواقعها ( أي الحقوق ) ، يرشد إلى هذا قول الله سبحانه في تعليل ( النهي عن ) الإسراف ( إِنَهُ لاَ يُحِبُّ المُسْرِفِينَ ) الأنعام / 141 ، وقوله عز وجل في تعليل النهي عن التبذير : ( إِنَّ المُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَ كَانَ الشِّطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً ) الإسراء / 27 . فإن التعليل الثاني فوق الأول .
لقد ذهب بعض المفسرين إلى أن الإسراف و التبذير قد يردان بمعنى واحد، ومن ثم فقد يرد أحدهما ويراد به الآخر ، ومن ذلك ما ذكره الماوردي من أن التبذير هو الإسراف المتلف للمال ، وروى أشهب بن مالك أن التبذير هو الإسراف . وذكر القرطبي في تفسير قوله تعالى ( وَلاَ تُبَذِّرْ ) قال معناها لا تسرف في الإنفاق في غير حق ، وقال ابن كثير في نفس الآية الكريمة : لما أمر الله عز وجل بالإنفاق نهى عن الإسراف فيه .
والخلاصة أن بين الأمرين عموما وخصوصا إذ قد يجتمعان فيكون لهما المعنى نفسه أحيانا وقد ينفرد الأعم وهو الإسراف .
  1. حكم التبذير #
نقل الإمام مالك _ رحمه الله _ أن التبذير حرام لقوله تعالى : ( إِنَّ المُبَذِرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيََاطِينِ ) الإسراء 27 .
وقال القرطبي : من أنفق درهما في الحرام فهو مبذر ويحجر عليه في نفقته الدرهم في الحرام ، ولا يحجر عليه إن بذله في الشهوات إلا إذا خيف عليه النفاذ .
وأبو حنيفة _ رحمه الله _ لا يرى الحجر للتبذير ، وإن كان ( حراما ) منهيا عنه ، وذكر الماوردي أن التبذير هو الإسراف المتلف للمال ، وإن المبذر يحجر عليه للآية الكريمة ( السابقة ) ، ومن واجب الإمام منعه منه ( أي التبذير ) بالحجر والحيلولة بينه وبين ماله إلا بمقدار نفقه مثله .
  1. ذكر التبذير والإسراف #
  • عن علي بن أبي طالب _ رضي الله عنه _ عن رسول الله صلى الله عليه
وسلم أنه كان إذا قام إلى الصلاة قال : " وجهت وجهي للذي فطر السماوات
والأرض حنيفا وما أنا من المشركين . إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي
لله رب العالمين . لا شريك له وبذلك أمرت وأنا من المسلمين . اللهم أنت
الملك لا إله إلا أنت . أنت ربي وأنا عبدك ، ظلمت نفسي واعترفت بذنبي
فاغفر لي ذنوبي جميعا ، إنه لا يغفر الذنب إلا أنت . واهدني لأحسن الأخلاق،
لا يهدي لأحسنها إلا أنت . واصرف عني سيئها ، لا يصرف عني سيئها إلا
أنت . لبيك وسعديك والخير كله في يديك ، والشر ليس إليك . أنا بك وإليك .
تباركت وتعاليت . أستغفرك وأتوب إليك " وإذا ركع قال : " اللهم لك ركعت .
وبك آمنت ، ولك أسلمت. خشع لك سمعي وبصري ،ومخي وعظمي وعصبي.
وإذا رفع قال : " اللهم ربنا لك الحمد ملء السماوات وملء الأرض وملء وما
بينهما وملء ما شئت من شيء بعد " .وإذا سجد قال : " اللهم لك سجدت وبك
آمنت ولك أسلمت . سجد للذي خلقه وصوره ، وشق سمعه وبصره . تبارك الله
أحسن الخالقين" ثم يكون من آخر ما يقول بين التشهد والتسليم " اللهم اغفر لي
ما قدمت وما أخرت وما أسررت وما أعلنت ، وما أسرفت ، وما أنت اعلم به
مني . أنت المقدم وأنت المؤخر . لا إله إلا أنت " ) رواه مسلم .
  • عن أبي هريرة _ رضي الله عنه _ أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : " كان رجل يسرف على نفسه ، فلما حضره الموت قال لبنيه : إذا أنا
مُتُّ فاحرقوني ثم اطحنوني ، ثم ذروني في الريح ، فوالله لئن قدر الله علي
ليعذبنّي عذابا ما عذبه أحدا ، فلما مات فغل به ذلك ، فأمر الله الأرض فقال :
اجمعي ما فيك منه ففعلت ، فإذا هو قائم ، فقال : ما حملك على ما صنعت ؟
قال : يا رب خشيتك . فغفر له " ) رواه البخاري واللفظ له . ومسلم .
  • عن المغيرة بن شعبة _ رضي الله عنه _ أنه قال : قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : " إن الله _ عز وجل _ حرم عليكم عقوق الأمهات ، ووأد البنات،
ومنعا وهات ، ويكره لكم ثلاثا : قيل وقال ، وكثرة السؤال ، وإضاعة المال ") رواه البخاري . ومسلم واللفظ له ، وهو في أحمد .
  1. النهي عن الإسراف والتبذير #
  • عن أنس بن مالك _ رضي الله عنه_أنه قال : أتى رجل من بني تميم رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ؛ إني ذو مال كثير وذو أهل ومال
وحاضرة ، فأخبرني كيف أصنع وكيف أنفق ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم " تخرج الزكاة من مالك فإنها طهرة تطهرك ، وتصل أقرباءك وتعرف
حق المسكين والجار والسائل " فقال يا رسول الله ؛ أقلل لي . فقال : " آت ذا
القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا " فقال : يا رسول الله إذا
أديت الزكاة إلى رسولك فقد برئت منها إلى الله ورسوله ، فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : " نعم إذا أديتها إلى رسولي فقد برئت منها ، فلك أجرها
وإثمها على من بدلها " ) رواه اليهثمي في المجمع وقال :رواه أحمد في المسند وهو فيه ( 3/136) والطبراني في الأسط ورجاله رجال الصحيح .
  • عن عبد الله بن عمرو بن العاص _ رضي الله عنهما _ أنه قال : أن رجلا
أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : إني فقير ليس لي شيء ، ولي يتيم ، قال:
كل من مال يتيمك غير مسرف ولا مبذر ولا متأثل ") رواه النسائي ، وأبو داود وصححه الألباني .
  • عن معاذ بن جبل _ رضي الله عنه _ أنه قال : قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم ، لما بعثه إلى اليمن:" إياي والتنعم ، فإن عباد الله ليسوا بالمتنعمين) رواه أحمد .وذكره المنذري في ترغيبه بالفظ "إياك " . والبيهقي وذكره الألباني في الصحيحية .
  • عن أبي هريرة _ رضي الله عنه _ أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : " إن الله يرضى لكم ثلاثا ويكره لكم ثلاثا ، فيرضى لكم أن تعبدوه ولا
تشركوا به شيئا ، وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ، ويكره لكم قيل
وقال ، وكثرة السؤال وإضاعة المال ") رواه مسلم .
  • عن عبد الله بن عمروا بن العاص _ رضي الله عنهما _أنه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم:" كلوا وتصدقوا والبسوا في غير إسراف ولا مخيلة") رواه النسائي واللفظ له وقال الألباني حسن . صحيح النسائي .

أحاديث نبوية صحيحة عن المال

هذه الأحاديث النبوية صحيحة أو ما في حكمها حسب تصنيف موقع الدرر السنية
1- سمعتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يقولُ إنَّ اللهَ كَرِهَ لكم ثلاثًا : قيلَ وقالَ ، وإضاعةَ المالِ وكثرةَ السؤالِ .
الراوي: المغيرة بن شعبة المحدث: البخاري - المصدر: صحيح البخاري - الصفحة أو الرقم: 1477
خلاصة حكم المحدث: [صحيح]
 2- يَكبَرُ ابنُ آدَمَ ويَكبَرُ معهُ اثْنانِ : حُبُّ المالِ : وطولُ العُمُرِ
الراوي: أنس بن مالك المحدث: البخاري - المصدر: صحيح البخاري - الصفحة أو الرقم: 6421
خلاصة حكم المحدث: [صحيح]
الحسب المال والكرم التقوى
الراوي: سمرة بن جندب المحدث: الترمذي - المصدر: سنن الترمذي - الصفحة أو الرقم: 3271
خلاصة حكم المحدث: حسن صحيح غريب لا نعرفه إلا من هذا الوجه
 4- لما نزلت : { والذين يكنزون الذهب والفضة . } قال : كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في بعض أسفاره ، فقال بعض أصحابه : أنزلت في الذهب والفضة لو علمنا أي المال خير فنتخذه . فقال : أفضله لسان ذاكر ، وقلب شاكر ، وزوجة مؤمنة تعينه على إيمانه
الراوي: ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم المحدث: الترمذي - المصدر: سنن الترمذي - الصفحة أو الرقم: 3094
خلاصة حكم المحدث: حسن
 5- عن النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه كان ينهَى عن قِيل وقال وإضاعةِالمالِ ومنعٍ وهاتِ
الراوي: المغيرة بن شعبة المحدث: ابن عساكر - المصدر: معجم الشيوخ - الصفحة أو الرقم: 2/750
خلاصة حكم المحدث: حسن صحيح
 6- كنت عند رسول الله صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ جالسا رث الثياب ، فقال : ألك مال ؟ قلت : نعم يا رسول الله ، من كل المال ، قال : إذا آتاك الله مالا فلير أثره عليك
الراوي: مالك بن نضلة الجشمي المحدث: عبد الحق الإشبيلي - المصدر: الأحكام الصغرى - الصفحة أو الرقم: 801
خلاصة حكم المحدث: [أشار في المقدمة أنه صحيح الإسناد]
 7- من آتاه اللهُ شيئًا من هذا المالِ من غيرِ أن يسألَه فليقبَلْه فإنَّما هو رزقٌ ساقه اللهُ إليه
الراوي: أبو هريرة المحدث: المنذري - المصدر: الترغيب والترهيب - الصفحة أو الرقم: 2/51
خلاصة حكم المحدث: رواته محتج بهم في الصحيح
 8- لا يحب الله إضاعة المال ولا كثرة السؤال ولا قيل وقال
الراوي: أبو هريرة المحدث: الهيثمي - المصدر: مجمع الزوائد - الصفحة أو الرقم: 10/305
خلاصة حكم المحدث: رجاله رجال الصحيح‏‏
 9- دع قيلَ وقالَ وَكثرةَ السُّؤالِ وإضاعةَ المالِ
الراوي: عبدالله بن مسعود المحدث: السيوطي - المصدر: الجامع الصغير - الصفحة أو الرقم: 4210
خلاصة حكم المحدث: صحيح
 10-  نِعم المالُ الصالحُ للمرءِ الصالحِ.
الراوي: عمرو بن العاص المحدث: ابن باز - المصدر: حاشية بلوغ المرام لابن باز - الصفحة أو الرقم: 400
خلاصة حكم المحدث: إسناده صحيح
 11- آمركم بثلاث و أنهاكم عن ثلاث آمركم أن تعبدوا الله و لا تشركوا به شيئا و تعتصموا بحبل الله جميعا و لا تفرقوا و تطيعوا لمن ولاه الله عليكم أمركم و أنهاكم عن قيل و قال ، و كثرة السؤال و إضاعة المال
الراوي: أبو هريرة المحدث: الألباني - المصدر: السلسلة الصحيحة - الصفحة أو الرقم: 685
خلاصة حكم المحدث: إسناده صحيح على شرط مسلم
 12 – إن لكل أمة فتنة ، وفتنة أمتي المال .
الراوي: كعب بن عياض المحدث: الألباني - المصدر: صحيح الترغيب - الصفحة أو الرقم: 3253
خلاصة حكم المحدث: صحيح
 13- إنَّ أحسابَ أَهلِ الدُّنيا الَّذين يذهبونَ إليهِ المالَ
الراوي: بريدة بن الحصيب الأسلمي المحدث: الألباني - المصدر: التعليقات الرضية - الصفحة أو الرقم: 145/2
خلاصة حكم المحدث: على شرط مسلم
 14- قلتُ : يا رسولَ اللهِ ! الرجلُ أمرُّ به فلا يَقْريني ولا يضيِّفُني فيمرُّ بي أفأجزيهِ ؟ قال : لا ، اقرِهِ قال : ورآني رثَّ الثيابِ فقال هل لك من مالٍ ؟ قلتُ من كلِّ المالِ قد أعطاني اللهُ ، من الإبلِ والغنمِ ، قال : فليُرَ عليك
الراوي: مالك بن نضلة الجشمي المحدث: الألباني - المصدر: صحيح الترمذي - الصفحة أو الرقم: 2006
خلاصة حكم المحدث: صحيح
 15- نَهَى عن إضاعةِ المالِ
الراوي: المغيرة بن شعبة المحدث: الألباني - المصدر: غاية المرام - الصفحة أو الرقم: 464
خلاصة حكم المحدث: صحيح
 16- الحَسَبُ المالُ ، والكَرَمُ التقوى .
الراوي: سمرة بن جندب المحدث: الألباني - المصدر: تخريج مشكاة المصابيح - الصفحة أو الرقم: 4827
خلاصة حكم المحدث: صحيح لغيره
 17- ما نقصَت صدقةٌ من مالٍ.
الراوي: - المحدث: ابن عثيمين - المصدر: شرح رياض الصالحين - الصفحة أو الرقم: 3/408
خلاصة حكم المحدث: [صحيح]
 18- أفترى قلة المال هو الفقر ؟ . قلت : نعم يا رسول الله ! قال : إنما الغنى غنى القلب ، و الفقر فقر القلب
الراوي: أبو ذر الغفاري المحدث: الألباني - المصدر: صحيح الترغيب - الصفحة أو الرقم: 827
خلاصة حكم المحدث: صحيح
 19- يقولُ العبدُ مالي مالي وإنَّما لَهُ من مالِهِ ثلاثٌ ما أَكَلَ فأفنى أو لبِسَ فأبلى أو أعطى فاقتَنى ما سوى ذلِكَ فَهوَ ذاهبٌ وتارِكُهُ للنَّاسِ
الراوي: - المحدث: الهيتمي المكي - المصدر: الزواجر - الصفحة أو الرقم: 1/193
خلاصة حكم المحدث: صحيح أو حسن
 20- عُرِض عليَّ أوَّلُ ثلاثةٍ يدخلون الجنَّةَ وأوَّلُ ثلاثةٍ يدخلون النَّارَ فأمَّا أوَّلُ ثلاثةٍ يدخلون الجنَّةَ فالشَّهيدُ وعبدٌ مملوكٌ أحسن عبادةَ ربِّه ونصح لسيِّدِه وعفيفٌ متعفِّفٌ ذو عِيالٍ وأمَّا ثلاثةٌ يدخلون النَّارَ فأميرٌ مسلَّطٌ وذو ثروةٍ منمال لا يؤدِّي حقَّ اللهِ في مالِه وفقيرٌ فخورٌ
الراوي: أبو هريرة المحدث: المنذري - المصدر: الترغيب والترهيب - الصفحة أو الرقم: 2/12
خلاصة حكم المحدث: [إسناده صحيح أو حسن أو ما قاربهما]
 21- قال رجلٌ يا رسولَ اللهِ أرأيتَ إن أدَّى الرَّجلُ زكاةَ مالِه فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم من أدَّى زكاةَ مالِه فقد ذهب عنه شرُّه
الراوي: جابر بن عبدالله المحدث: المنذري - المصدر: الترغيب والترهيب - الصفحة أو الرقم: 2/5
خلاصة حكم المحدث: [إسناده صحيح أو حسن أو ما قاربهما]
 22- إنَّ الذي لا يؤدي زكاةَ مالِه يُمَثِّلُ اللهُ تعالى له مالَه يومَ القيامةِ شُجاعًا أقرعَ له زَبِيبتانِ فيلزَمُه أو يُطَوِّقُه قال : يقولُ : أنا كَنزُك أنا كَنزُك
الراوي: عبدالله بن عمر المحدث: أحمد شاكر - المصدر: مسند أحمد - الصفحة أو الرقم: 9/174
خلاصة حكم المحدث: إسناده صحيح
 23- ما يزال البلاء بالمؤمن والمؤمنة في نفسه وولده وماله حتى يلقى الله وما عليه من خطيئة .
الراوي: أبو هريرة المحدث: الوادعي - المصدر: الصحيح المسند - الصفحة أو الرقم: 1438
خلاصة حكم المحدث: حسن يرتقي إلى الصحة
 24- من كانَ يؤمنُ باللهِ واليومِ الآخرِ، فلا يَسقِ ماءَهُ زرعَ غيرِهِ، ومن ْكانَ يؤمنُ باللهِ واليومِ الآخرِ، فلا يأتِ سبيًا منَ السبيِ حتى يستبرئَها، ومنْ كانَ يؤمنُ باللهِ واليومِ الآخرِ، فلا يبيعنَّ مغنمًا حتى يُقْسَمَ، ومنْ كانَ يؤمنُ باللهِ واليومِ الآخرِ، فلا يركبنَّ دابةً منْ فَيءِ المسلمينَ
الراوي: رويفع بن ثابت الأنصاري المحدث: السيوطي - المصدر: الجامع الصغير - الصفحة أو الرقم: 8980
خلاصة حكم المحدث: حسن

تحذير الإسلام من إضاعة المال

تحذير الإسلام من إضاعة المال



حذر الإسلام من إضاعة المال؛ لأن الله عز وجل جعل به قيام الحياة، قال الله تعالى: ﴿ وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَعْرُوفاً ﴾ [النساء:5]، فالسفهاء هم اليتامى، وكل من لا يهتدي إلى وجوه النفع في الإنفاق، وإضافة المال إلى المخاطبين، إشارة إلى أن الأموال في الأصل جعلت مشتركة بين الخلق؛ ولأن الإنفاق الصحيح لها يحقق مصلحة لهم جميعاً، كما أن سوء الإنفاق يؤدي إلى الأضرار بالجميع؛ ولأن الله عز وجل جعل المؤمنين جميعاً بمنزلة النفس الواحدة، كما يفهم ذلك، من قوله تعالى: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ﴾ [النساء:29]، ولذلك حرم الإسلام "التبذير": وهو تفريق المال في غير مصلحة، "والإسراف": وهو مجاوزة الحد في الإنفاق، قال الله تعالى: ﴿ وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً ﴾ [الإسراء:26]، وقال الله تعالى: ﴿ إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً ﴾ [الإسراء:27]، وقال الله تعالى: ﴿ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴾ [الأنعام:141]، وقال الله تعالى: ﴿ يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴾ [الأعراف:31].

ورغب ربنا في التوسط في الإنفاق الذي لا إفراط فيه ولا تفريط، والإسلام هو دين الوسط في كل أموره، قال الله تعالى: ﴿ وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً مَحْسُوراً ﴾ [الإسراء:29]، وقال الله تعالى: ﴿ وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً ﴾ [الفرقان:67].

الترف ومفاسده:

المال إذا لم يصحبه إيمان وتقوى، فإن صاحبه قد يسلك سبيل الترف، وهو أن تصل به النعمة إلى حد البطر والطغيان، والمترفون في كثير من الأحوال، هم سبب شقاء الأمم، بما يحدثونه من فساد في المجتمعات، قال الله تعالى: ﴿ وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً] ﴾ [الإسراء:16]، وقال الله تعالى: ﴿ وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ ﴾ [سـبأ:34].

ولما كان الشح والحرص من أعظم الأدواء التي تهلك الأمم؛ بسبب حرمان أهل الحق من حقوقهم، وبسبب طبع النفوس على الغلظة والفسق في نفوس المصابين بالشح، ومن التهالك على الدنيا والمسابقة عليها حتى نسفك بسبب ذلك الدماء وتقطع الأرحام، فإن الله عز وجل حذر أشد التحذير من هذا المرض الفتاك، قال الله تعالى: ﴿ وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴾ [آل عمران:180]، وقال الله تعالى: ﴿ وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً * الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُهِيناً ﴾ [النساء:36-37]، وقال الله تعالى: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيراً مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ * يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لانْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ ﴾ [التوبة:34-35]، وقال الله تعالى: ﴿ إِنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلا يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ* إِنْ يَسْأَلْكُمُوهَا فَيُحْفِكُمْ تَبْخَلُوا وَيُخْرِجْ أَضْغَانَكُمْ * هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ ﴾ [محمد:36-38]، وقال الله تعالى: ﴿ وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ* فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ* فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقاً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكَذِبُونَ﴾ [التوبة: 75-77].

وقد أخبر الله سبحانه عن جحد الإنسان لنعم الله تعالى وإنكاره لفضله سبحانه، عندما يستغني ويأخذه الطغيان، والبطر، قال الله عز وجل: ﴿ كَلَّا إِنَّ الْأِنْسَانَ لَيَطْغَى* أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى ﴾ [العلق 6-7]، وقال الله تعالى: ﴿ إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ*وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ* قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعاً وَلا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ ﴾ [القصص: 76-78].

كما أخبر عز وجل عن جب الإنسان للأثرة: وهو أن يستأثر الإنسان بالمال لنفسه وإن كثر ويخاف من نفاده وإذا أنفق منه شيئاً، قال الله تعالى: ﴿ قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذاً لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْأِنْفَاقِ وَكَانَ الْأِنْسَانُ قَتُوراً ﴾ [الإسراء:100].

وقد رغب الله سبحانه وتعالى في الإنفاق، والتطهر من مرض الشح، وأن ذلك سبيل الفلاح، قال الله تعالى: ﴿ فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْراً لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ*إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ﴾[ التغابن: 16-17]، وقال الله تعالى: ﴿ وَالَّذِينَ تَبَوَّأُوا الدَّارَ وَالْأِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴾ [الحشر:9]، وقال الله تعالى: ﴿ مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنّاً وَلا أَذىً لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ* قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذىً وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ ﴾ [البقرة 261-263] .

وقد جعل الله عز وجل هذه دار ابتلاء واختبار، فهو سبحانه يبتلي بالغنى من يشاء، ويبتلي بالفقر من يشاء، فيعطي المال من يشاء، ويأمره بالإنفاق لذوي الحاجة وهو سبحانه قادر أن يغني عباده جميعا، ولكنها سنن الابتلاء، فأما المؤمن فيستجيب لنداء الله سبحانه، ويسارع في الإنفاق، ويقول: سمعنا وأطعنا وهو يعلم أن الله عز وجل هو مصدر هذا الخير، وأنه سبحانه يخلف خيرا مما ينفق العبد، قال الله تعالى: ﴿ قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ ﴾ [سـبأ:39], ويعلم كذلك أن الله عز وجل إنما أراد بما أعطاه من مال اختباره وابتلاءه كما قل عز وجل:﴿ كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴾[الأنبياء:35].

وأما غير المؤمن الجاحد لنعمة الله عز وجل، فيقول ما أخبر الله عنه بقوله: ﴿ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ ﴾ [يّـس:47].

كما أخبر الله عز وجل عن غفلة الإنسان عن السنة الإلهية في الابتلاء فقال سبحانه: ﴿ فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ * وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ * كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ * وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ * وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا * وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا ﴾ [الفجر 15-20].

إن ظاهرة الفقر في الناس كثرت اليوم كثرة هائلة والسبب في ذلك أن الفقير صار لا ينال حقه المفروض له من الله عز وجل، ولأن الشح والبخل انتشر في الناس ولأن الثروة التي تحت يد الدولة لا توزع توزيعاً عادلا لأبني أهلها.

فلو كانت الدولة تحسن رعاية المصالح العامة بحيث تتفقد أحوال ذوي الحاجة من الفقراء والمساكين والأيتام والأرامل والمعوقين، ما بقي في الناس محتاج ولا متسول ولصارت ثقة الدولة عند الناس قوية، بحيث يسلمون إليها كل حق واجب عليهم في أموالهم وهنا يتم التكافل الاجتماعي الذي يدعو إليه الإسلام.

الإسلام قد كفل حاجة الإنسان من خلال عدة أمور إذا أحسن الناس القيام بها، منها:ـ

· الزكاة المفروضة في الأموال.

· زكاة الفطر.

· ما ينبغي أن يقوم به الأغنياء من صدقات التطوع، وهو الأمر الذي رغب فيه الإسلام كثيراً.

· الثروات التي تحصل عليها الدولة من باطن الأرض فهي حق للأمة، والدولة أمينة على هذا الحق مكلفة في صرفه في مصالح المسلمين، وأولى هذه المصالح سد حاجة المحتاجين، فإن كرامة الإنسان المسلم فوق كل مصلحة أخرى؛ ولأنه لا يوجد من يرعي هذه الطبقات المحرومة، فإنك تجد الإنفاق فيه فوضى، إذ نجد كثيرا من المحتاجين يحرمون من ضروريات الحياة، وآخرون يحصلون على أكثر مما يستحقون كما تجد في المقابل الثراء الفاحش، والمكتسب بطرق غير شرعية،

· ومن البلايا أن تجد الاحتيال على الزكاة والحقوق الواجبة عند كثير من الناس، بسبب ضعف الوازع الديني، فالقضية إذا تحتاج إلى:

§ إيمان.

§ حسن توزيع.

§ تفقد أحوال المحتاجين.

§ عطف ورحمة من الأغنياء.

§ تطهر من الشح والبخل

المال في الإسلام

المال في الإسلام
لفضيلة الدكتور محمد راتب النابلسي بتاريخ: 2008-11-28



 
 والإنسان حريص على رزقه كما هو حريص على حياته فكيف يدفع المرء عن نفسه القلق من أجل الرزق، وكيف يمتنع الرجل عن ارتكاب المعاصي من أجل الرزق   وكيف يحترز الإنسان عن أن يقف موقف مذلة من أجل الرزق .
  
ما فلسفة المال في الإسلام؟ من يملكه؟ وكيف أن الإنسان مستخلف فيه، ولماذا ينبغي أن نحافظ عليه، ولماذا حرم الله التبذير والإسراف وإتلاف المال؟ ولماذا فرض الإسلام على المسلم فرضاً عينياً أن يكسب رزقه بنفسه؟ وهل هناك مكاسب للرزق محرمة تخفى على كثير من الناس، وكيف يزيد الرزق من خلال الكتاب والسنة؟ في هذه المقالة عن الرزق إجابات لهذه الأسئلة .
 
 لقد خلق الله السماوات والأرض وما فيهما، وهو المالك الواحد لكل ما في السماوات الأرض وبينهما، وما تحت الثرى ، قال تعالى :
﴿ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى ﴾.
[سورة طه الآية: 6].
 فالمال الذي في أيدي الناس ملك لله تعالى وحده، والدليل قوله تعالى :
﴿ وَءَاتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي ءَاتَاكُمْ  ﴾.
[سورة النور الآية: 33].
 
 لقد سمى الله المال الذي في أيدي الناس مال الله، إلا أن الله جل جلاله تفضل على عباده باستخلافهم فيه، قال تعالى :
﴿ ء َامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ ﴾.
[سورة الحديد الآية: 7].
فأصل الملك لله سبحانه وتعالى، وأن العبد ليس له إلا التصرف، والله جل جلاله سيحاسبه عن هذا المال من أين اكتسبه، وفيم أنفقه.
 وقد روى الإمام مسلم عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :
(( إن الدنيا حلوة خضرة وأن الله مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون )).

 
أما حينما يضاف المال إلى العباد، كقوله تعالى :
﴿  لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴾.
[سورة آل عمران الآية: 186].
 لتبلون في أموالكم، أضيف المال إلى العباد، وأنفسكم، فهذه الإضافة في رأي علماء التفسير لا تعني أن الإنسان مالك المال، وإنما تعني أن الإنسان مالك حق الانتفاع به ابتلاء وامتحاناً .

 
 والمال بنص القرآن الكريم نعمة من نعم الله تعالى الدالة على رحمته بالإنسان  فقد من الله على نبيه به فقال :
﴿ أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى * وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى * وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى ﴾.
[سورة الضحى الآيات : 6 ـ 8].
 نعمة من نعم الله ، وسمى الله المال في القرآن الكريم خيراً ، قال تعالى :
﴿ كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ ﴾.
[سورة البقرة الآية 180 ].
 
 وقد امتدح النبي صلى الله عليه وسلم المال فقال :
(( نعم المال الصالح للمرء الصالح)).
[رواه أحمد عن عمرو بن العاص].
 وقد نقل عن بعض أصحاب رسول الله رضوان الله تعالى عليهم أن أحدهم قال:   "حبذا المال أصون به عرضي وأتقرب به إلى ربي".
  
وقد بين الله تعالى أن المال قوام الحياة، وأن معايش الناس، وقيامهم بالمال ، قال تعالى :
﴿   ولاتُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا ﴾.
[سورة النساء الآية: 5].
 أي قياماً بها، يقول بعض المفسرين: أي أنكم تقومون بها: وتنتعشون، ولو ضيعتموها لضعتم، فكأن فيها قيامكم وانتعاشكم .
 
 وبما أن المال نعمة، وخير، وقيام الحياة، فينبغي أن نحفظه، وأن نحافظ عليه كي نلبي به حاجاتنا الأساسية، وألاّ نضيعه، وآية الدين التي هي أطول آية في القرآن الكريم تؤكد ضرورة حفظ المال، ورعايته، وعدم تضييعه من خلال كتابة الدين، والاستشهاد بالشهود  وأخذ الرهان، وقد نهى الإسلام عن إضاعة المال الذي استخلف الله العباد فيه، يقول عليه الصلاة والسلام 
((  إن الله نهى عن ثلاث، قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال)).
 
 ويقول الإمام النووي في شرح هذا الحديث: إضاعة المال صرفه في غير وجوهه المشروعة وتعريضه للتلف، وسبب النهي أنه إفساد، والله لا يحب المفسدين، ولأنه من أضاع ماله تعرض لأموال الناس بالاحتيال والعدوان، وهل بعد هذا الفساد من فساد" .
 
لا زلنا في فلسفة المال في الإسلام .
 ولقد حرم الله التبذير أشد التحريم، حين وصف المبذرين بأنهم إخوان للشياطين  قال تعالى :
﴿  وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا * إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا  ﴾.
[سورة الإسراء الآية : 5].


 والتبذير في التعريف الدقيق هو الإنفاق في معصية الله، وفي غير حق، وقد نقل عن الإمام البخاري الذي نقل عن ابن عباس رضي الله عنهما قوله: لا تبذر أي لا تنفق في باطل، ونقل عن ابن مسعود لا تبذر، أي لا تنفق في غير حق، وقد ذكر الإمام الشوكاني أن الشيطان كفور، وأن المبذر أخ للشيطان، فبالقياس المنطقي المبذر كفور، لو أخذ الناس بهذا الأمر فامتنعوا عن تبذير أموالهم في المعاصي، وفي الفساد لبقيت أموال ضخمة لتلبية الحاجات الأساسية للناس في الحياة، هذا عن التبذير فماذا عن الإسراف؟.
 
 قد لا ينفق المرء ماله في المعاصي لكنه ينفقه في المباحات من طعام، وشراب ومسكن، وملبس، وزينة متجاوزاً حد الاعتدال، باعتبار الكم، أو متجاوزاً حد الاعتدال باعتبار النوع، أو كلاهما معاً ، قال تعالى :
﴿ يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ   الْمُسْرِفِينَ ﴾.
[سورة الأعراف الآية : 31].
 
 أباح الله سبحانه وتعالى الأكل والشرب، ونهى عن الإسراف، قال بن عباس في تفسيره: "أحـل الله تعالى في هذه الآية الأكل والشرب ما لم يكن سرفاً أو مخيلةً"، وقال بعض المفسرين: حذف مفعول ولا تسرفوا
﴿ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ﴾.
[ سورة الأعراف الآية: 31].

 لم يذكر المفعول به، حذف المفعول في: ولا تسرفوا، يدل على العموم، أي لا تسرفوا في الأكل والشرب.



شيء آخر: ويؤيد تعليل النهي بأنه لا يحب المسرفين، أي لا يحب جنس المسرفين، لأنهم يظلمون أنفسهم، ويؤذون أبدانهم، ويضيعون أموالهم، ويخسرون آخرتهم  وفي هذا وعيد للمسرفين بأنه لا يحبهم، ولا يرضى عنهم، والى جانب هذا نهى الله تعالى عن الإقتار الذي يسبب اللوم ، قال تعالى :
 ﴿ وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا ﴾.
[سورة الإسراء الآية : 29].


 قال البيضاوي: في تفسيره في الآية تمثيلان لمنع الشحيح، وإسراف المبذر، نهى عنهما آمراً بالاقتصاد والاعتدال بينهما الذي هو الكرم .


 وقال ابن كثير في تفسيره فتقعد ملوماً محسوراً، أي فتقعد إن بخلت ملوماً  يلومك الناس، ويذمونك، وتقعد محسوراً متى بسط يدك فوق طاقتك قعدت بلا شيء تنفقه  فتكون كالحسير، أي كالدابة التي عجزت عن السير فتوقفت ضعفاً وعجزاً .

 والنجاة في القصد أي الاعتدال، روى البيهقي عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
(( ثلاث منجيات وثلاث مهلكات، فأما المنجيات فتقوى الله في السر والعلانية  والقول بالحق في الرضى والسخط، والقصد - الاعتدال - في الغنى والفقر، وأما المهلكات  فهواً متبع، وشح مطاع، وإعجاب المرء بنفسه، وهو أشدهن)).


 بهذا القصد في الإنفاق من صفات عباد الرحمن الذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ، ولم يقتروا ، وكان بين ذلك قواماً ، قال تعالى في سورة الفرقان :
﴿  وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا  ﴾.
[سورة الفرقان الآية : 67].
  
ولقد فرض الإسلام على العباد أن يسعوا، ويبذلوا الجهد لكسب العيش، فقد روى الطبراني عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :
(( طلب الحلال واجب على كل مسلم )).

 وجوباً فرضياً، وفي حديث صحيح أيضاً:


(( طلب الحلال فريضة بعد الفريضة)).

 ومعنى فريضة بعد الفريضة، أي فريضة تأتي بعد فريضة الصلاة، والصيام  والحج والزكاة، أو هي فريضة مستمرة، وقال بعض الأئمة: القصد بالقدر الذي لابد منه فريضة، لأن ما يقيم المرء صلبه حتى يؤدي الفريضة يُعد فريضة، فما لا تؤدى الفريضة إلا به يُعد فريضة، وكذلك يعد التكسب فريضة عينية لتأدية الدين، لأن الدين يجب أن يقضى  وكذلك يعد التكسب فريضة عينية للإنفاق على الزوجة والأولاد، لأن الإنفاق عليهم واجب.



وكذلك يعد التكسب فريضة عينية للإنفاق على الأبوين، لأن الإنفاق عليهما واجب أيضاً.
  
وقد نقل ابن الجوزي عن محمد بن عاصم أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه كان إذا رأى شاباً فأعجبه سأل عنه هل له من حرفة، فإن قيل: لا سقط من عينه، وكان ابن مسعود رضي الله عنه يقول: "إني لأكره الرجل فارغاً لا في عمل الدنيا ولا في عمل  الآخرة.
 
 هذه هي النصوص التي تؤكد وجوب العمل ، فماذا عن القدوة في كسب الرزق  لقد كان الأنبياء والمرسلون قدوةً في هذا ، فما من أحد أكبر من أن يكسب رزقه بنفسه ، قال تعالى :
﴿  وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا ﴾.
[سورة الفرقان الآية : 20].
 أي إنهم بشر، وتجري عليهم كل خصائص البشر، وهم قدوة للبشر، ومن بشريتهم أنهم مفتقرون في وجودهم إلى تناول الطعام، ومفتقرون من أجل الحصول عليه إلى المشي في الأسواق، أي إلى كسب الرزق.
 

 وقد روى الإمام البخاري عن المقداد رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :
(( ما أكل أحد طعاماً قط خيراً من أن يأكل من عمل يده، وإن نبي الله داود كان يأكل من عمل يده)).

 
ونبينا عليه الصلاة والسلام إمام الأنبياء والمرسلين، وأكرم الأولين والآخرين  وحبيب رب العالمين كان يرعى الغنم على قراريط لأهل مكة، فقد روى الإمام البخاري عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :
(( ما بعث الله نبياً إلا رعى الغنم ، فقال أصحابه : وأنت يا رسول الله ، قال : وأنا كنت أرعاها على قراريط لأهل مكة)).
 فالعمل شرف للإنسان .
 
والنبي صلى الله عليه وسلم يبين من خلال توجيهاته ومواقفه، لا بوصفه نبي هذه الأمة ورسول الله إليها، ولكن بوصفه ولي أمر المسلمين، يبين لأولي الأمر من بعده أن من واجب ولي أمر المسلمين أن يوفِّر الأعمال للعاطلين، وأن يؤهلهم تأهيلاً نفسياً ومادياً، فقد روى أبو داود عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن رجلاً من الأنصار أتى النبي صلى الله عليه وسلم يسأله مالاً، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم :
(( أما في بيتك شيء قال: بلى، حلس - بساط - نجلس عليه وقعب نشرب فيه الماء، قال ائتني بهما فأتاه بهما فأخذهم رسول الله بيده صلى الله عليه وسلم، وقال لأصحابه من يشتري هذين، قال رجل: أنا آخذهما بدرهم يا رسول الله، فقال عليه الصلاة والسلام: من يزيـد على درهم قالها مرتين أو ثلاثا،ً فقال رجل: أنا آخذهما بدرهمين، فأعطاهما إياه وأخذ الدرهميــن وأعطاهما للأنصاري، وقال: اشتر بإحداهما طعاماً فانبذه إلى أهلك، واشتر بالآخر قدومــاً، وائتني به فأتاه به، فشد فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم بيده الكريمة عوداً ثم قال: اذهب فاحتطب وبع ولا أرينك خمسة عشر يوماً، فذهب الرجل يحتطب ويبيع وجاء وقد أصاب عشرة دراهم، فاشترى ببعضها ثوباً وببعضها طعاماً، فقال عليـه الصلاة والسلام: هذا خير لك من أن تجيء المسالة نكتةً في وجهك يوم القيامة، إن المسألة لا تصلح إلا لثلاثة، لذي فقر مدقع، أو لذي غرم مفزع، أو لذي دم موجع)).


 ماذا نستفيد من هذه القصة ومن توجيهات النبي عليه الصلاة والسلام نستفيد أنه صلى الله عليه وسلم أهّل هذا العاطل تأهيلاً نفسياً، حيث أمره بتزويد أهله بالطعام كي يفرغ من التفكير في شأنهم لبعض الوقت، ولينقطع عن العمل، وأهله مادياً حيث زوده بآلة العمل بعد ما شد عليها عوداً بيده الكريمة، والأهم من هذا متابعة النتائج، حيث أعطاه فرصة خمسة عشر يوماً لينظر بعدها إلى مدى نجاحه أو إخفاقه .


 ومن توجيهات عمر ابن الخطاب رضي الله عنه لبعض ولاته، قال له: "إن الله قد استخلفنا على خلقه لنسد لهم جوعتهم، ونستر عورتهم، ونوفر لهم حرفتهم، فإذا وفيناهم ذلك تقاضيناهم شكرها، إن هذه الأيدي خلقت لتعمل فإذا لم تجد في الطاعة عملاً التمست في المعصية أعمالاً فاشغلها بالطاعة قبل أن تشغلك بالمعصية " .


هذا عن فلسفة المال في الإسلام وعن وجود العمل المشروع لكسبه، وتحري الوجوه المشروعة في إنفاقـه، فماذا عن الكسب الحرام، وأكل أموال الناس بالباطل، قال تعالى :
﴿ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴾.
[سورة البقرة الآية : 188].


 لقد أشارت كلمة لا تأكلوا أموالكم إلى حقيقة خطيرة وهي، أشارت إلى ما ينبغي أن يكون عليه المؤمنون من إخوة صادقة، أو مشاركة وجدانية حانية، يجسدها الشعور بأن مال أخيك هو مالك من زاوية أنه يجب أن تحافظ عليه وكأنه مالك، وأن تصونه من التلف والضياع فلأن تمتنع عن أكله بالباطل من باب أولى ، وتشير هذه الكلمة ولا تأكلوا أموالكم  أن هذا المال هو مالك من زاوية أخرى، من زاوية أنه إذا أكلت مال أخيك أضعفته، وفي إضعافه إضعاف لك، فأنت بهذا كأنك قد أكلت مالك .


 وقد ثبت في الصحيح أن الرسول صلى الله عليه وسلم قال :
 (( كل المسلم على المسلم حرام ماله ودمه وعرضه )).
﴿ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴾.
[سورة البقرة الآية : 188].
 ومن أكل أموال الناس بالباطل الربا حيث يلد المالُ المال، وتتعطل الأعمال  وتفشو البطالة، وترتفع الأسعار، ويصبح المال دولة بين الأغنياء، وتتسع الهوة بين الأغنياء والفقراء، وبعدها تكون الأزمات المالية الطاحنة.


وروى مسلم عن جابر قال:
(( لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه   وقال هم سواء)).


ومن أكل أموال الناس بالباطل الغش وللغش أنواع كثيرة وصور شتى ترجع في معظمها إلى المخادعة في إظهار شيء، وإخفاء شيء في باطنه من ذلك إصدار ميزانيات وهمية لبعض الشركات فترتفع قيمة أسهمها، ومن الغش الكذب في التعريف بالشيء، فيعرف الرديء بأنه جيد، وذو السعر الرخيص بأنه من الصنف ذي السعر العالي، ومن الغش دس الرديء في ثنايا الجيد، وبيعه جميعاً بقيمة الجيد دون بيان الواقع والحقيقة ومن الغش أن يقول البائع اشتريته بكذا كذباً ليخدع المشتري في هامش ربحه، ومن الغش إخفاء العيب، والتلاعب بالوزن والكيل، والعدد، والطول، والمساحة، والحجم، ومن الغش تزوير منشأ البضاعة  ومصدرها ، أو الكذب في صفاتها ، وفي تاريخ صلاحيتها ، ومن الغش عرضها بطريقة تزيد من مزاياها ، وتخفي من عيوبها ، ومن الغش توجيه المشتري إلى بضاعة رديئة كاسدة استغلالاً لجهله في نوع البضاعة ، ومن الغش استغلال جهل المشتري بثمن البضاعة ، ورفع السعر أضعافاً مضاعفة ، وهذا الجهول في نوعية البضاعة، وفي ثمنها سماه النبي صلى الله عليه وسلم مسترسلاً، فقال عليه الصلاة والسلام :
(( غبن المسترسل ربى غبن المسترسل حرام)).
[أخرجه الطبراني عن أبي أمامة].


 وكما يكون البائع غاشَّاً يكون المشتري أيضاً غاشاً، حينما يستغل جهل البائع بقيمة بضاعته الحقيقية، لذلك نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن تلقي الركبان لأنهم يجهلون قيمة بضاعتهم، ولا يعرفونها إلا إذا دخلوا السوق .

 ومن أكل أموال الناس بالباطل، الاحتكار وهو بالتعريف الدقيق حبس مال أو منفعة أو عمل، والامتناع عن بيعه وبذله حتى يغلو سعره غلاء فاحشاً غير معتاد بسبب قلته أو انعدام وجوده في مظانه مع شدة الحاجة إليه، قال الإمام أبو يوسف: كل ما أضر بالناس حبسه فهو احتكار، وقال بعض الفقهاء المحدثين: كل إيهام، أو كل تضليل من شأنه أن يزيد في الطلب على السلعة مع قلة العرض تمهيداً لرفع السعر فهو احتكار، وهذا الربح الزائد الذين يجنيه، وهذا الربح الزائد الذي يجنيه المحتكر حرام، لأنه ليس نظير زيادة في البضاعة ولا في صفاتها، أو نظير خدمة خاصة يقدمها البائع، ولم يؤخذ هذا المبلغ الزائد بالرضا الحقيقي من المشتري إنما هو إلجاء أصحاب الحاجات إلى شراء حاجاتهم بأكثر من أثمانها الحقيقية.


والمحتكر من خلال أحاديث رسول الله صلى الله عليه وسلم، ملعون وخاطئ   وقد برئت منه ذمة الله ، وقد توعده الله بالنار ، فقال عليه الصلاة والسلام :
(( لا يحتكر إلا خاطئ )).
 وقال :
(( الجالب مرزوق والمحتكر ملعون )).
 وقال :
(( من احتكر الطعام أربعين ليلة يريد به الغلاء فقد برئ من الله وبرئ الله    منه )).
وقال :
((  بئس العبد المحتكر إن أرخص الله الأسعار حزن وإن أغلاها فرح )).


 وقد أثنى النبي صلى الله عليه وسلم على من ترك الاحتكار خوفاً من الله وإشفاقا على خلقه وتيسيراً لهم، فقال عليه الصلاة والسلام:
(( من جلب طعاماً فباعه بسعر يومه فكأنما تصدق به)).


وقد تخفى بعض المكاسب المحرمة على كثير من الناس، لكن الميسر والسرقة والغلول والرشوة والغصب والنهب، هذه أنواع كثيرة من أكل أموال الناس بالباطل لكنها لا تخفى على الناس .


 والآن هل من وسيلة ذكرها القرآن الكريم وبينتها السنة المطهرة تزيد في الرزق وكل واحد من الخلق حريص على زيادة رزقه، هل من وسيلة ذكرها القرآن الكريم، وبينتها السنة تزيد في الرزق ؟ أضعكم بين النصوص وأترك لكم الاستنباط :

 السؤال الأول هل من علاقة بين الرزق وبين الاستقامة، قال تعالى :
﴿ وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً  ﴾.
[سورة الجن الآية : 16].
﴿ وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾.  
[سورة الأعراف الآية : 96].


 آيتان قرآنيتان من عند خالق الكون، هل من علاقة بين الرزق وبين الاستقامة؟  هل من علاقة بين الرزق وبين الصلاة، انظروا في قوله تعالى :
﴿ وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَي ﴾. 
[سورة طه الآية : 132].


 هل من علاقة بين الرزق وبين الاستغفار، انظر في قوله تعالى :
﴿  فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ، يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ، وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ﴾.
[سورة نوح الآية: 10 ـ 12].


 هل من علاقة بين الرزق وبين الشكر، انظروا في قوله تعالى :
﴿  وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيد ﴾.
[سورة إبراهيم الآية : 7].


هل من علاقة بين الرزق وصلة الرحم، انظروا في هذا الحديث الشريف، قال عليه الصلاة والسلام.
(( من أحب أن يبسط له في رزقه وينسأ له في أثره - أي في أجله - فليصل رحمه)).


هل من علاقة بين الرزق وبين الصدقة، انظروا في هذا الحديث الشريف.
(( استمطروا الرزق بالصدقة )).
 الصدقة تجلب الرزق .


هل من علاقة بين الرزق وبين الأمانة؟ انظروا في هذا الحديث الشريف:
(( الأمانة غنًى )).
 بالمعنى المادي الأمانة غنًى ، والأمين ينال أثمن شيء ، وهو ثقة الناس .
 هل من علاقة بين الرزق وبين الإتقان؟ انظروا في هذا الحديث الشريف:
((إن الله يحب من العبد إذا عمل عملاً أن يتقنه)).


من أتقن عمله أحبه الله بنص هذا الحديث وأحبه الناس بديهةً ومن أحبه الله وأحبه الناس كان رزقه وفيراً .


 المبادئ والقيم والمثل لا تعيش إلا بالمثل الحي، والمثل الحي يؤكد المبادئ  ويحقق القيم، ويجعل المثالية واقعاً، والمثل الحي حقيقة مع البرهان عليها، والمثل الحي نموذج إنساني خالد، والمثل الحي نبراس للأجيال من بعده .

 أبو حنيفة النعمان الفقيه الكبير رحمه الله تعالى أكرم علمه ونفسه وحزم أمره على أن يأكل من كسب يمينه، وأن تكون يده هي العليا دائماً، وقد علم، وأيقن أنه ما أكل امرؤ لقمةً أزكى، ولا أعز من لقمة ينالها من كسب يده.

 لذلك خصص شطراً من وقته الثمين لكسب رزقه فاتّجر بالخز أي بالقماش  وكان له متجر معروف يقصده الناس فيجدون فيه الصدق في المعاملة، والأمانة في الأخذ والعطاء، وكانوا يجدون فيه أيضاً الذوق الرفيع، وكان يأخذ المال من حله ويضعه في محله  وكان كلما حال عليه الحول أحصى أرباحه من تجارته واستبقى منها ما يكفيه لنفقته، ثم يشتري بالباقي حوائج القراء، وحوائج المحدثين، وحوائج الفقهاء، وطلاب العلم، وأقواتهم وكسوتهم .

هذا أبو حنيفة النعمان، هذا الفقيه الكبير الذي ضرب للناس مثلاً أعلى في كسب الرزق .
والحمد لله رب العالمين

Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 GERAKAN ANTI MUBADZIR. All rights resevered. Designed by Templateism | Blogger Templates

Back To Top